Tikus Berdasi

 


Seperti yang kita ketahui, tikus sejatinya hidup dalam gelap, takut akan cahaya. Namun kini, mereka berjalan dengan tenang di koridor kekuasaan, tak lagi bersembunyi, karena dasi di leher dan jabatan di dada telah membuat mereka tampak terhormat. Mereka hadir di rapat-rapat penting, menatap layar presentasi penuh angka, sembari dalam hati menghitung berapa persen keuntungan pribadi yang bisa diselipkan dari proyek yang katanya “demi kesejahteraan masyarakat.”

Negeri ini tak pernah kekurangan dana, hanya terlalu banyak tangan yang mengais lebih dari yang seharusnya. Mereka menyusun program bantuan, tapi yang sampai ke tangan rakyat hanya potongan-potongan kecil, sisa dari apa yang telah dibagi-bagi sebelumnya dalam ruang tertutup. Mereka berpidato tentang kemiskinan, sambil mengenakan jam tangan seharga satu tahun gaji pegawai kecil. Mereka bicara tentang pendidikan, tapi anak-anak di pelosok tetap belajar dengan bangku patah dan papan tulis yang retak.

Rakyat bagi mereka adalah angka. Dihitung saat dibutuhkan, dilupakan saat semua sudah diperoleh. Mereka hadir di tengah-tengah masyarakat saat kamera menyala, saat pemilu tiba. Mereka menunduk, menjabat tangan petani, berfoto di sawah — lalu pulang ke rumah mewahnya dengan pendingin ruangan yang tidak pernah padam. Di luar, rakyat menunggu realisasi janji, yang tak pernah benar-benar diniatkan untuk ditepati.

Mereka bukan tak tahu penderitaan rakyat, mereka hanya terlalu nyaman untuk peduli. Mereka hidup di antara fasilitas yang tak pernah habis, gaji yang tak pernah telat, dan kekuasaan yang bisa menghapus dosa-dosa birokrasi. Mereka belajar bagaimana berbicara bijak, tanpa perlu menjadi bijak. Mereka pandai memilih kata, merangkai kalimat penuh nilai moral, padahal hati mereka hanya sibuk menata jalan menuju kenyamanan pribadi.

api sejarah tak pernah diam. Dan rakyat punya ingatan yang panjang. Ada saat di mana topeng-topeng mulai runtuh, dan dasi bukan lagi simbol kehormatan, melainkan lambang ironi dari kekuasaan yang berkhianat. Tak semua yang memakai jas layak dihormati, dan tak semua yang diam akan terus diam. Karena pada akhirnya, negeri ini tak butuh pejabat yang pandai bicara, tapi pemimpin yang benar-benar bekerja.

Komentar

Postingan Populer