Dikta dan Hukum

 


https://images.app.goo.gl/KmVgV

Judul: Dikta & Hukum

Penulis: Dhia’an Farah

Penerbit: Best Media, Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia)

Genre: Romance, Coming of Age, Drama

          Novel Dikta & Hukum bukan hanya sebuah karya fiksi remaja biasa. Ia adalah sebuah narasi yang membenturkan idealisme dan realitas, cinta dan logika, dalam balutan konflik batin yang begitu halus namun menyayat. Dengan latar yang menggambarkan transisi usia—dari masa SMA yang penuh gejolak menuju kedewasaan yang menuntut pengorbanan—karya ini menyelipkan pesan tentang bagaimana mencintai seseorang dengan cara yang bijak, walau akhirnya mungkin harus melepaskan.

          Dhia’an Farah menulis novel ini dengan struktur linear progresif yang berkembang perlahan namun konstan. Ia tidak tergesa menyajikan konflik utama, melainkan membiarkan pembaca mengenal tokoh dan perasaan mereka satu demi satu—seolah mengajak pembaca tumbuh bersama. Narasi ditulis dengan sudut pandang orang ketiga terbatas, yang membuat pengalaman emosional terasa personal, namun tetap memiliki jarak pandang yang reflektif.

          Bahasa yang digunakan cenderung kontemporer, lugas, namun penuh nuansa emosional. Dialog-dialog tokoh terasa nyata, tidak dibuat-buat, dan sering kali diselipi humor tipis atau sindiran sosial yang tajam.

          Tema utama novel ini bukan hanya cinta, tapi pengorbanan dalam cinta yang berlandaskan tanggung jawab moral. Dikta, sebagai tokoh utama, adalah representasi dari seseorang yang mencintai dengan cara yang tidak egois. Ia mencintai Nadhira, namun ia tidak pernah menjadikan Nadhira sebagai milik. Ia tahu, bahwa cinta sejati tidak menuntut kepemilikan, melainkan kebebasan untuk tumbuh.

          Simbolisme yang paling kuat ada pada profesi hukum yang diemban Dikta. Hukum dalam novel ini bukan hanya latar pendidikan, melainkan metafora dari pendekatan rasional dalam cinta. Cinta, bagi Dikta, harus adil, tidak boleh membelenggu, dan tidak boleh sekadar berdasarkan emosi sesaat. Inilah paradoks utama yang ditawarkan novel ini—bagaimana hukum yang dingin bisa membungkus cinta yang hangat.

          Dikta Mahendra adalah tokoh yang sangat menarik. Ia adalah hasil dari gabungan dua kutub: ketegasan logika dan kelembutan batin. Ia terikat pada janji orang tua, namun bukan berarti ia menjalankan hubungan ini secara pasif. Justru, di balik sikap dinginnya, ia menyimpan banyak perasaan yang tak pernah benar-benar diungkapkan. Cinta Dikta adalah cinta yang diam-diam, tapi penuh tindakan.

          Nadhira, di sisi lain, adalah representasi dari seseorang yang awalnya menolak tekanan sosial, namun perlahan belajar memahami kedewasaan. Perjalanannya dari kebencian terhadap Dikta hingga memahami cinta sejati adalah perkembangan karakter yang sangat subtil namun kuat. Ia tumbuh, bukan karena dikuasai cinta, melainkan karena diajarkan makna cinta yang sehat.

          Konflik dalam Dikta & Hukum bukan hanya eksternal, melainkan internal dan eksistensial. Ini adalah kisah tentang bagaimana seseorang berdamai dengan kenyataan bahwa tidak semua hal yang kita cintai bisa kita miliki, dan bahwa terkadang cinta terbaik justru yang tidak disampaikan secara langsung.

           Novel ini menolak untuk menjadi cerita cinta instan. Ia lebih memilih menjadi ruang kontemplasi tentang keputusan, pengorbanan, dan konsekuensi. Dalam dunia nyata, cinta tidak selalu tentang akhir bahagia; kadang cinta hanyalah proses memahami bahwa kebahagiaan orang lain bisa jadi bentuk cinta tertinggi.

   

       Kalimat Bermakna dari Novel :

> “Kalau kamu cinta sama seseorang, kamu nggak akan menahan dia untuk tetap tinggal. Tapi kamu akan menyiapkan jalan buat dia pergi, kalau itu bisa bikin dia bahagia.”


          Ini adalah kalimat yang bukan hanya manis, tapi juga sangat dewasa. Ia merangkum keseluruhan narasi Dikta & Hukum: cinta yang bukan tentang "aku dan kamu selamanya", tapi tentang "aku dan kamu yang sama-sama tumbuh—meski mungkin tak lagi bersama".


          Novel Dikta & Hukum adalah pertemuan antara romansa dan realisme. Ia menyajikan cinta dalam wujud yang tidak biasa—tanpa banyak pelukan, tanpa drama berlebihan, namun dengan lapisan emosi dan nilai yang dalam. Ini adalah kisah untuk mereka yang pernah mencintai diam-diam, untuk mereka yang belajar melepaskan, dan untuk mereka yang tahu bahwa mencintai adalah tindakan rasional yang sangat emosional.

          Sebuah karya yang sederhana dalam penyajian, tapi kompleks dalam makna. Novel ini bukan hanya dibaca, tapi dirasakan—pelan-pelan, dalam-dalam.

Komentar

Postingan Populer